PENDAHULUAN
Ketika minat berwirausaha tumbuh subur di Indonesia, timbul anggapan
bahwa kewirausahaan adalah alat yang paling tangguh untuk mengejar kekayaan.
Kewirausahaan diartikan sebagai usaha mencari uang dan cara cepat menjadi kaya.
Sebagai orang memilih bekerja keras dan membangun usaha dengan keringat
dan air mata. Namun sebagian orang mengambil jalan pintas. Mereka yang
mengambil jalan pintas ini menerima order dan mengambil uang, tapi tidak
menyerahkan hasil pekerjaan yang berkualitas. Mereka membuka usaha money games,
pinjaman berantai, investasi palsu atau segala sesuatu yang menggiurkan, tetapi
merugikan banyak orang. Mereka membuat armada penerbangan yang dengan tariff
murah, tapi mengorbankan keselamatan penumpang. Mereka menjual saham dengan
harga tinggi, tapi laporan keuangannya tidak jujur.
Banyak mahasiswa tampil menggebu-gebu dengan semangat yang berlebihan dan
rasa percaya diri yang tinggi bahwa mereka bias menguba isi dunia dengan tempoh
sekejap. Mereka berjanji dan mereka berbuat. Mereka membuat pengumuman lewat
internet, SMS, atau facebook agar teman-temannya mengirim uang ke nomor
rekening tertentu, lalu janji keuntungan ditebarkan uang pun masuk. Untuk besar
diraih, tetapi bisnisnya tidak jelas dan cenderung spekulatif.
Apa pun yang dilakukan, kewirausahaan tidak dapat dibangun dalam tempo
sekejap. Jika Anda mereasa telah berhasild alam waktu singkat, periksa kembali
apakah fondasi usaha Anda sudah cukup kuat? Periksa kembali apakah sukses yang
Anda peroleh itu diraih dengan jujur dan halal, apakah bisnis Anda riil atau
fiktif-spekulatif atau ada pihak yang dirugikan? Apakah Anda sudah memenuhi
syarat dan kewajiban Anda?
Segala tindakan yang melawan hokum alam biasanya sarat dengan pelanggaran
etika. Ketika proses dipotong, cara instan ditempuh, persoalan-persoalan etika
layak dipertanyakan. Sudah etiskah usaha saya?
Tentu saja setiap orang berhak untuk menjadi kaya. Yang patut
dipertanyakan adalah : (1) apakah benar ada cara instan yang halal untuk
menjadi kaya? (2) Apa yang dilakukan orang agar dia menjadi kaya? (3) Apakah
dengan kaya otomatis Anda menjadi wirausaha? (4) apakah Anda sudah pantas
(sudah saatnya) hidup bergelimang harta?
Pertanyaan – pertanyaan itu patut direnungkan karena seseorang
berwirausaha bukan hanya untuk sehari atau dua hari, setahun atau dua tahun.
Kewirausahaan adalah sebuah pilihan hidup yang melekat di sepanjang hidup
seseorang. Jika anda terlalu emosi, serkah, ingin serba instan, bias jadi bukan
keberhasilan atau kesejahteraan yang diraih, melainkan kebencian, cacian, peristiwa
hokum dan penjara yang menanti Anda.
Selain berpotensi member kebahagiaan dan kemandirian, kewirausahaan yang
tidak dilandasi dengna etika yang kuat juga berpotensi negative, beresiko, dan
bisa menjadi masa depan Anda tamat dalam sekejap. Oleh karena itu berusahalah
dengna memegang teguh nilai-nilai etika dari Anda muda dan jangan berkompromi
sekecil apa pun. Bangunlah karakter dan mil,ikilah reputasi.
Reputasi adalah
apa yang diucapkan para pelayat saat jasad seseorang disemayamkan di tempat peristirahatan
terakhir
Karakter adalah
akar dari reputasi. Ini adalah apa yang diucapkan melekat kepada Tuhan tentang
kita.
Lebih baik tumbuh bertahap, tapi langgeng, daripada terang dalam sekajap,
lalu mati dan meninggalkan aroma busuk. Mungkin Anda harus bersabar lima tahun
sebelum bisnis Anda benar-benar bersinar, tetapi ia terus tumbuh. Ada cobaan
yang Anda hadapi, tetapi itu bukan membuat Anda mati, melainkan bangun dan
membuat Anda lebih tangguh menghadapi hari esok yang lebih berat.
Beberapa hal
yang perlu diperhatikan agar berbisnis dapat dilakukan dengan etis adalah
:
1.
Berperilaku jujur dalam menjalankan aktivitas
bisnis. Ini meliputi seluruh aspek dalam menjalanakan usaha. Misalnya daam
aspek produksi, berperilaku jujur berarti kita menghasilkan produk sesuai
dengan standar kualitas, aman dikonsumsi orang lain, dan memenuhi ketentuan
yang dipersyaratkan oleh hokum maupun pembeli. Jujur juga berarti terbuka,
menyebutkan segala kekurangan dan bahaya yang timbul dari produk Anda. Jujur
dalam berproduksi, memasarkan dan membayar pajak.
2.
Menaati tata nilai. Dalam melakukan aktivitas
bisnis, ada tata nilai yang tidak tertulis yang berlaku universal dan harus
kita jalankan. Misalnya, nilai sama-sama untung (win-win), saling menghormati,
member tahu, mencegah kerugian pihak lain, keterbukaan, adil, santun, melayani
dan seterusnya.
3.
“Walk the Talk” bermakna konsisten antara apa
yang dilakukan dengan apa yang diucapkan. Hal ini berarti sebagai seorang
wirausaha, Anda perlu berkerja keras untuk menjadi contoh dan menjalankan
hal-hal positif yang Anda ucapkan.
Pemahaman Mengenai Etika Dalam Berbisnis
Dalam berwirausaha, apa pun juga bisnis yang Anda tekuni, ingatlah bahwa
usaha yang langgeng adalah usaha yang dijunjung oleh nilai-nilai etika.
Berbagai studi menemukan, perusahaan-perusahaanyang tumbuh menjadi besar
bukanalah perusahan yang diawali oleh manajer-manajer hebat yang digaji mahal
atau dibangun oleh pendiri yang luar biasa. Juga bukan spirit kewirausahaan
gila-gilaan dengan keberanian luar biasa. Demikian juga bukan modal kuat atau
kecerdasan para pendirinya.
Perusahan yang tumbuh menjadi besar justru dimulai dari orang-orang biasa
yang sedari awal memegang teguh nilai-nilai moral dan etika. Mereka menjaga
kepercayaan dan tidak sembarangan dalam kata-kata, apalagi dalam bertindak.
Mereka bekerja dengan tata nilai dan merekut orang dengan melihat nilai-nilai
yang dianutnya. Mereka menanamkan nilai-nilai yang sehat sedari awal.
Apakah yang dimaksud dengan etika? Beberapa sumber menyebut etika sebagai
suatu pedoman untuk mendapatkan hidup yang berniai atau bermartabat. Untuk
itulah, etika memberikan petunjuk tindakan-tindakan apa yang benar dan apa yang
salah. Menurut the World Book Ecyclopedia (2008), etika mengajukan
pertanyaan-pertanyaan tentang benar dan salah dengan menggunakan metode
“reasoning”, bukan benar-salah menurut kepercayaan atau tradisi.
Oleh karena itu, selalu ada “reason” (alasan) mengapa kita harus memegang
teguh etika. Perhatikan pernyataan-pernyataan berikut ini dan lihat apa yang
akan Anda dpatkan kalau Anda konsisten menjalankan apa yang Anda katakana
(Maxwell, 1982).
Apa yang saya katakan
|
Apa yang saya lakukan
|
Apa yang mereka kerjakan
|
-
Saya berkata kepada karyawan :
“Datanglah
ke kantor tepat waktu
|
-
Saya tiba tepat waktu
|
-
Mereka datang tepat waktu
|
-
Saya berkata kepada karyawan
“Bersikaplah
positif”
|
-
Saya menunjukkan siap positif
|
-
Mereka berperilaku positif
|
-
Saya berkata kepada karyawan
“Utamakan
pelanggan”
|
-
Saya mendahulukan konsumen
|
-
Mereka mengutamakan konsumen
|
Sekarang, apa jadinya kalau hal yang saya lkuakna berbeda dengan yang
saya ucapkan seperti berikut ini :
Apa yang saya katakan
|
Apa yang saya lakukan
|
Apa yang mereka kerjakan
|
-
Saya berkata kepada karyawan :
“Datanglah
ke kantor tepat waktu
|
-
Saya selalu terlambat
|
-
Beberapa karyawan akan tepat waktu dan yang
lainnya tidak
|
-
Saya berkata kepada karyawan
“Bersikaplah
positif”
|
-
Saya menjalankan perilaku negative
|
-
Hanya beberapa orang yang positif, selebihnya
berperilaku negative
|
-
Saya berkata kepada karyawan
“Utamakan
pelanggan”
|
-
Saya mengutamakan diri saya lebih dahulu
|
-
Hanya beberapa orang yang mendahulukan
pelanggan, yang lainnya tidak.
|
Ketika manajemen Adam Air mengurangi anggaran maintenance, pasti mereka
mempunyai alasan. Bagi sebagian besar Low Cost Carrier (LCC) seperti Adam Air,
“cost is the enemy”. Mereka tidak ingim memelihara cost, apalagi fixed cost
(biaya tetap). Karena mengjear penumpang dalam jumlah besar (volume), maka
harga tiket pesawat harus murah. Supaya harga tiketnya murah, maka struktur
biayanya (cost) harus dibuat rendah. Hanya saja, apakah biaya yang ditekan itu
masih bias menjamin keselamatan penumpang?
Itu baru dari sisi perusahaan. Bagaimana dari sis pengawasan keselamatan
penerbangan? Apakah dengan mengetahui hal-hal di atas aparatur pemerintah layak
mendiamkannya? Apa alasan mereka mendiamkannya? Selalu ada alasan mengapa
seseorang mengambil tindakan A dan bukan B. peter Koestenbaum (2002) mebmeri
formula untuk memahmi etika sebagai “melayani sesama”.
Karena keberadaan kita ditentukan oleh adanya orang alin, maka janganlah
melaukan sesuatu pada (untuk) orang lain atas apa yang kita sendiri tidak
senang menerimanya. Misalnya, Anda tak senang tertipu, maka janglah melakukan
penipuan pada orang lain.
Melayani sesame juga berarti anda mau melihat dari kacamata orang lian.
Masuklah dalam alam berpikir orang lain (another person’s point of view) dan
liahtlah apakah perbuatan anda menyenangkan atau tidak.
Sering kali, orang tidak menyadari bahwa perbuatnya akan mencelakan orang
lain sebelum waktunya tiba. Awalnya, anda akan merasa tidak ada masalah. Anda
menekan biaya, konsumen anda senang, anda pun meraih keuntungan. Namun,
lihatlah apa akibatnya daalm rentang waktu yang lebih panjang. Apakah tidakan
Anda akan mencelakan keselamatan pelanggan-pelanggan Anda?
Dalam konteks yang lebih luas “melayani sesame” juga berarti Anda menjadi
seorang yang lebih dari orang yang mengembangkan orang lain (karyawan). Anda
berarti menjadi mentor atau guru yang membantu karyawan-karyawan anda menemukan
hidupnya, melepaskan belenggu-belenggu mereka dan membuat hidup mereka lebih
bermakna, lebih bernilai.
Sekali lagi, bekerjalah dengan tata nilai. Bangulah nilai-nilai dan
terapkan dalam hidup anda, dalam usaha yang anda bangun. Janganlah melakukan
sesuatu pada orang lain hal yang anda sendiri tidak ingin mengalaminya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar